Kamis, 16 Agustus 2012

Keistimewaan Latar Belakang Kelahiran Maryam Binti 'Imran



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 49

Keistimewaan  Latar Belakang 
kelahiran  Maryam Binti Imran 

 
     Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab-bab sebelumnya telah dikemukakan  mengenai  hakikat peningkatan  keruhanian yang dialami hamba-hamba Allah dari tingkat  keruhanian  Maryam binti ‘Imran menjadi tingkat keruhanian Isa Ibnu Maryam a.s., di mana telah dijelaskan pula bahwa yang menjadi guru atau mursyid  pada  tingkat keruhanian Maryam bin ‘Imran bukan lagi  guru-guru berupa manusia melainkan Allah Swt. Sendiri yang menjadi “Guru” atau “Mursyid” mereka.
      Ada pun “pengajaran” yang diberikan Allah Swt. digambarkan dalam Al-Quran berupa “peniupan ruh-Nya” kepada Maryam binti ‘Imran, sehingga sebagaimana secara jasmani  pada diri (rahim jasmani) Maryam binti ‘Imran  terjadi kehamilan, demikian juga dari segi ruhani pun dalam jiwa  (rahim hati) hamba-hamba  Allah Swt. seperti itu terjadi kehamilan ruhani, yang  keadaannya semakin sempurna sebagaimana halnya perkembangan janin dalam rahim ibu.

Riwayat kelahiran Maryam binti ‘Imran

       Firman Allah Swt.  mengenai riwayat kelahiran Maryam binti ‘Imran berikut ini mengisyaratkan kepada adanya “pengajaran” langsung Allah Swt. kepada Maryam binti ‘Imran atau hamba-hamba Allah yang telah mencapai tingkatan ruhani Maryam binti Imran, firman-Nya:
اِذۡ  قَالَتِ امۡرَاَتُ عِمۡرٰنَ رَبِّ اِنِّیۡ نَذَرۡتُ لَکَ مَا فِیۡ بَطۡنِیۡ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلۡ مِنِّیۡ ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Ingatlah, ketika perempuan (istri)  ‘Imran  berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya apa yang ada dalam kandunganku   aku bebaskan sebagai nazar bagi Engkau,   maka terimalah dia dariku, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Ali ‘Imran) [3]:36).
       Muharrar berarti:  yang dibebaskan; anak yang dipisahkan dari segala urusan dunia dan diserahkan oleh orangtuanya untuk berkhidmat kepada rumah peribadatan (Lexicon Lane & Al-Mufradat ). Telah menjadi kebiasaan pada kaum Bani Israil bahwa orang-orang yang dibaktikan untuk mengabdi kepada rumah peribadatan selamanya tidak menikah (Injil Mariam 5:6 dan Bayan 3:36).
       Nazar ibunda Maryam binti 'Imran nampaknya diucapkan karena pengaruh golongan Essenes, yang pada umumnya sangat dimuliakan oleh orang-orang pada masa itu dan biasa menjalani hidup membujang seumur hidup dan mengasingkan perempuan-perempuan  dari keanggotaan mereka dan mewakafkan kehidupan mereka untuk berbakti kepada agama dan sesama manusia (Encyclopaedia Biblica & Jewish Encyclopaedia).
        Sangat menarik hati adalah  bahwa ajaran Injil Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. banyak persamaannya dengan ajaran golongan Essenes itu. Jelas pula dari arti kata muharrar bahwa ketika sedang mengandung  Maryam binti ‘Imran,   ibunya telah bernazar mewakafkan anaknya untuk mengkhidmati rumah peribadatan, dan dengan demikian ia berniat supaya anaknya tidak akan menikah,hal demikian menunjukkan bahwa  Maryam binti ‘Imran dimaksudkan supaya termasuk ke dalam golongan padri.
        Itulah sebabnya mengapa di tempat lain dalam Al-Quran,  Maryam binti ‘Imran disebut saudara perempuan Nabi Harun a.s. dan tidak dikatakan  saudara perempuan Nabi Musa a.s., meski pun kedua rasul Allah tersebut  saudara kandung, sebab  Nabi Musa a.s.  adalah rasul Allah pembawa  syariat Yahudi, sedangkan  Nabi Harun a.s. itu imam golongan kepadrian Yahudi (Encyclopaedia Biblica; Encyclopaedia Britannica, di bawah kata Aaron).

Melahirkan “Bayi Perempuan”  

          Nazar  istri ‘Imran tersebut  bukan tanpa alasan yang sangat mendesak, yaitu  ia sangat bersedih hati melihat keadaan kemunduran akhlak dan ruhani kaumnya  -- khususnya para pemuka agama Yahudi  (ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi) --   sebagaimana  dikemukakan dalam kecaman keras  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Matius 23:1-36), sehingga ibu yang shalihah tersebut menazarkan  bayi yang masih  dalam kandungannya, karena ia menganggap bahwa bayi yang akan dilahirkannya itu adalah bayi-laki-laki, tetapi kenyataannya ia melahirkan seorang bayi perempuan,  sehingga ia merasa sedikit kecewa,  firman-Nya:
 فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ وَضَعۡتُہَاۤ  اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ  کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ  اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ الشَّیۡطٰنِ  الرَّجِیۡمِ ﴿﴾
Maka tatkala ia yakni istri ’Imran telah melahirkannya ia berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya bayi yang kulahirkan ini seorang perempuan;  dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, sedangkan  anak lelaki yang diharapkannya itu tidaklah sama baiknya seperti anak perempuan ini; dan bahwa aku menamainya Maryam,  dan sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya  dari syaitan yang terkutuk.” (Ali ‘Imran) [3]:37).
       Karena sangat berhasrat   untuk dikaruniai seorang anak laki-laki, ibunda Siti Maryam bernazar hendak mewakafkan anak itu untuk berbakti kepada Tuhan, tetapi dalam kenyataannya seorang anak perempuanlah yang telah lahir sehingga  dengan sendirinya ibu yang shalihah tersebut  menjadi bingung.
      Kata-kata: Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya, merupakan kalimat sisipan yang diucapkan oleh Allah Swt.    secara sambil lalu, sedangkan kata-kata berikutnya: Anak lelaki itu tidaklah sama seperti anak perempuan  dapat dianggap diucapkan oleh Allah Swt.  atau diucapkan oleh ibunda Siti Maryam.
        Besar kemungkinan kata-kata itu diucapkan oleh Allah Swt.   dan berarti, seperti dalam teks terjemahan, bahwa anak perempuan yang dilahirkan beliau itu lebih baik daripada anak laki-laki yang diharapkannya.  Tetapi jika  dianggap diucapkan oleh ibunda   Maryam binti ‘Imran, kata-kata itu berarti bahwa anak perempuan yang dilahirkan olehnya  itu  tidak bisa menjadi seperti anak laki-laki yang diinginkannya, karena (dia beranggapan) hanya anak laki-lakilah yang cocok untuk menunaikan bakti istimewa itu dan beliau ingin mewakafkannya.

Makna Kata “Maryam

       Anak kalimat aku menamainya Maryam, mengandung doa kepada Allah Swt. secara tidak langsung, untuk menjadikannya seorang anak perempuan yang mulia dan baik serta shalih, seperti nampak dari arti kata Maryam (yakni   mulia atau seorang ahli ibadah yang saleh).
        Maryam binti ‘Imran adalah  ibunda Nabi Isa ibnu Maryam,   beliau mungkin diberi nama yang sama dengan saudara perempuan Nabi Musa a.s.  dan Nabi Harun a.a.,  yang dikenal dengan nama Miriam. Kata itu, yang adalah kata majemuk dalam bahasa Ibrani, berarti: bintang laut; nyonya atau perempuan  bangsawan; mulia; ahli ibadah yang saleh (Cruden’s Concordance; Kasysyaf; dan  Encyclopaedia Biblica).
       Kalimat doa  istri ‘Imran: “dan sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya  dari syaitan yang terkutuk“, kata-kata itu menimbulkan sedikit kesulitan. Bila ibunda   Maryam binti ‘Imran  berniat mewakafkan anaknya untuk berbakti kepada Tuhan, pasti beliau  telah mengetahui bahwa anaknya tidak akan menikah seumur hidup.
       Jika demikian, maka apakah artinya memanjatkan doa untuk keturunan sang anak itu? Penjelasan yang paling mungkin adalah  bahwa Allah Swt. telah mengabarkan kepada beliau dalam sebuah kasyaf (penglihatan ruhani) bahwa anak perempuannya  itu akan tumbuh hingga dewasa dan akan melahirkan seorang anak, dan atas berita dari Allah Swt. itu beliau mendoa agar putrinya,   Maryam binti ‘Imran  serta anak yang akan dilahirkannya nanti dikaruniai perlindungan Ilahi dari syaitan yang terkutuk.”
        Namun demikian beliau nampaknya telah menyerahkan hari depan   Maryam binti ‘Imran  ke Tangan Ilahi dan mewakafkannya, sebagaimana diniatkannya semula untuk mengabdi kepada Allah SWt.   (QS.3:36; Injil Kelahiran Siti Maryam). Hal itu tentu saja merupakan suatu kekecualian, sebab hanya laki-laki sajalah yang dapat dipilih untuk bakti demikian. Dugaan bahwa ibunda Siti Maryam menerima kasyaf mengenai anak perempuannya akan melahirkan seorang laki-laki, tercantum dalam Injil Maryam (3:5), meskipun  mungkin dalam bentuk yang agak lain.

Latar Belakang Kelahiran yang Istimewa

        Tidak ada sesuatu yang luar biasa mengenai doa Hanna (ibu Maryam binti ‘Imran) yang ingin agar putrinya itu  serta keturunannya terpelihara dari pengaruh syaitan. Semua orang tua mendambakan hal seperti itu untuk anak-anak mereka dan mendoa agar mereka itu dibesarkan untuk menempuh kehidupan yang baik lagi lurus. Baik juga dicatat, meskipun Islam menyatakan bahwa semua nabi Allah selamat dari pengaruh syaitan, namun Bible tidak menganggap perlindungan itu dinikmati Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Markus 1:12, 13).
         Rajim diserap dari kata rajama  artinya: (1) orang yang diusir dari hadirat Ilahi dan kasih-sayang-Nya, atau orang terkutuk; (2) ditinggalkan dan dibiarkan seorang diri; (3) dilempari dengan batu; (4) mahrum (luput)  dari segala kebaikan dan kebajikan (Lexicon Lane).
        Dengan demikian jelaslah  bahwa kelahiran Maryam binti ‘Imran memiliki latar belakang yang sangat istimewa, dan kenapa Allah Swt. pun telah menjadikannya sebagai misal orang-orang yang beriman, yang keadaan ruhaninya lebih tinggi dari orang-orang beriman yang dimisalkan  “istri Fir’aun” yang shaleh (QS.66:11-13).

(Bersambung). 

 Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 28 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma



Tidak ada komentar:

Posting Komentar